Jumat, 30 November 2012

Kebebasan Berserikat Setengah Hati

12 Tahun UU No 21 Tahun 2000: Kebebasan Berserikat Setengah Hati

Rabu, 28 November 2012

Rabu, 28 November 2012 - 20:32:09 WIB
UMP YANG MENJADI MASALAH


UMP YANG MENJADI MASALAH DAN DEWAN PENGUPAHAN HARUS DIBUBARKAN
Belakangan ini kondisi perburuhan Indonesia  carut marut dan akar permasalahnnya dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah yaitu tentang upah minimum, sehingga setiap akhir tahun terjadi gejolak unjuk rasa menuntut UMP yang sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL).
Kalau setiap tahun kaum buruh harus melakukan tindakan anarkis, sweeping dari perusahaan yang satu ke perusahaan yang lain untuk bersama-sama berjuang agar penghasilannya lebih baik melalui ketetapan UMP, menutup jalan Tol, beramai-ramai mendatangi pusat kekuasaan di seluruh penjuru Indonesia, di Jakarta yang menjadi sasaran aksi buruh adalah HI, Istana, Kementerian Tenaga kerja dan Trasmigrasi, DPR dan di daerah-daerah yang menjadi sasaran kantor Gubernur dan kantor Bupati/Walikota. Ini terjadi setiap tahun terus menerus-menurus, sedangkan ibarat binatang dia tidak akan pernah terperosok pada lubang yang sama, binatang bisa mencari jalan lain yang tidak mencelakan diri sendiri.
Pertanyaan selanjutnya adalah siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab terhadap masalah perburuhan (terutama tentang penetapan UMP), apakah pemerintah atau hanya menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, apakah Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan apakah Pengusaha atau Presiden pemegang kekuasaan tertinggi. Dan mereka semuanya harus bertanggung karena mereka yang duduk sebagai Dewan Pengupahan yang melakukan kajian tentang kebutuhan hidup dan mereka yang merekomendasikan besarnya UMP kepada pemerintah.
Padahal kalau kita lihat secara mendetail Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang duduk di Dewan Pengupahan tidak representative mewakili kaum buruh hanya mewakili anggotanya, sedangkan Serikat Buruh / Serikat Pekerja yang tidak dapat memenuhi ketentuan : Kepmen 201 tahun 2001 Tentang Keterwakilan dalam Hubungan Industrial dan ditambah dengan kaum buruh yang tidak berserikat jumlahnya pasti lebih besar atau lebih banyak.
Lembaga Tripartit dan Dewan Pengupahan adalah patner pengesahan kebijakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang selalu menjadi tumpuan konsultasi dan rapat-rapat sebelum mengambil kebijakan/keputusan. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi selalu bilang sudah kami rapatkan/konsultasikan dengan Tripartit atau Dewan Pengupahan ini yang terjadi dari dulu sampai sekarang siapapun Menterinya.
Rekomendasi Dewan Pengupahan adalah yang menjadi dasar penetapan bagi UMP. Oleh karena itu harus ada perubahan kebijakan dibidang tenaga kerja yang sangat mendasar  dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi  bukan hanya berubah bahasa atau istilahnya seperti yang terjadi pada outsourcing menjadi PPJP dan PKWT dimana perubahan tersebut tidak menjadikan buruh statusnya berubah menjadi karyawan tetap artinya sama saja.
Dimana semua Serikat Buruh/Serikat Pekerja harus dilibatkan didalam proses pengambilan kebijakan dibidang tenagakerja oleh Kementerian Tenagakerja dan Transmigrasi/Dinas tenaga Kerja setempat dan yang telah mempunyai bukti pencatatan.
Penentuan upah berdasarkan Upah Minimum  Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral (UMP sektoral ) adalah tidak sesuai  dengan kenyataan kemampuan perusahaan karena yang terjadi perusahaan-perusahaan yang memang klasifikasinya perusahaan kecil atau menengah kebawah banyak yang tidak mampu menjalankan keputusan UMP tersebut.  -cip

Minggu, 25 November 2012

Kau dekap aini dengan tangan satu,
tangan kirimu mungkin bisa membantu,
ayu mu melata membelit aku yang punya rasa,
kapan derita lenyap dari nuansa duka dan asa,
kata orang-orang genap hanya berbusa, aksara keluar dan kemudian terpusar di angin
...
tanpa singgah di hati,
alangkah untung orang-orang genap, yang tidak pernah meratap,
adakah bisikan moral sangkut padanya, ataukah berjalan lalu sendiri saja,
si manis matahari satu,
sesungguhnya Tuhan lebih tau

Kamis, 08 November 2012

 

 

Lismanto

Jadikan Teman | Kirim Pesan
Jurnalis kampus

Hukum Acara Perdata Resume 1

REP | 12 July 2012 | 01:47 Dibaca: 1227   Komentar: 0   Nihil
1. Hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana cara mengajukan gugatan, memeriksa, mengadili dan memutus, melakukan eksekusi melalui hakim dalam lingkungan peradilan perdata. = hukum formil
2. Asas/ Dasar/ Prinsip
a. Hakim bersifat pasif, yang meliputi ruang lingkup dan cakupan perkara
b. Hakim bersifat menunggu. = inisiatif perkara
c. Setiap putusan ada alasan atau dasar hukum
3. UU No 4/ 2004; 14/1970; 35/1999 = hakim tidak berwenang untuk menuntut
4. Dalam proses pemeriksaan perkara, maka hakim harus bersifat aktif dalam hal memberikan porsi yang sama (keadilan) kepada kedua belah pihak, yaitu equality before law.
5. Proses peradilan: gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, putusan.
6. UU PA, wakaf, yayasan, perceraian, hibah, waris, sodaqoh dan ekonomi syariah/ perbankan syariah = yang perlu dipelajari di HAP
7. UU yang mengatur PA = UU No 7/1989 dan No 3/2006 dan MK adalah No 24/2004
8. Sumber Hukum Acara Perdata
a. HIR (Jawa dan Madura)
b. Rbg (Luar Jawa dan Madura)
9. Tuntutan Hak (Tigen rechting) = jangan sampai main hakim sendiri = permohonan (pemohon dan termohon) & gugatan (penggugat & tergugat)
10. Perbedaan ciri2 gugatan dan permohonan
Gugatan = ada sengketa, permohonan tidak, contoh: permohonan poligami, dispensasi nikah, istat nikah
11. Inisiatif yang mengajukan hukum = penggugat / pemohon
12. UU No. 18/2003 = tentang advikat
13. Pencabutan dan perubahan gugatan diajukan oleh penggugat
a. Mediator = hakim dan mediator (tidak perlu pembuktian)
b. Pencabutan dan perubahan gugatan
c. Pembacaan – hasil mediasi
d. Jawaban
- Eksepsi (pihak, relative, absolute, nebis in idem, daluarsa, premature)
- Pokok perkara
- Gugatan rekopensi (mempermudah proses beracara: cepat, Sederhana, gratis)
14. Urutan beracara
a. Gugatan
b. Mediasi
c. Jawaban (eksepsi, pokok perkara, rekopensi)
d. Replik (penggugat, lugas)
e. Duplik (tergugat, penggugat rekopensi)
f. Pembuktian (pembuktian oleh masing-masing pihak apakah benar/ tidak statemen masing2)
g. Kesimpulan
h. Putusan
15. Pembuktian adalah mengungkap kebenaran peristiwa masa lalu (historis)
Menurut Pitlo :
- Mendahulukan adanya hak (penggugat)
- Menyangkal adanya hak (tergugat)
- Meneguhkan terjadinya peristiwa (P/T)
Dengan demikian, beban pembuktian ada 2: yaitu penggugat dan tergugat, bukan pada hakim
16. Alat pembuktian
a. Surat
- Akta (otentik = sempurna, bawah tangan = sempurna apabila tidak ada sanggahan)
- Lain atau notulen
b. Saksi (saksi: mengikat, saksi ahli: memberi keterangan)
- Dewasa
- Tidak sedang di bawah pengampuan
- Bukan suami/ istri atau mantan
- Tidak ada keterkaitan jabatan
- Tidak ada hubungan saudara
c. Pengakuan
- Sebagian
- Keseluruhan
d. Pengakuan (jarang dipakai)
e. Sumpah
- Suplatoir (tambahan) = majelis hakim
- Decisair (sumpah pemutus) = bisa dari penggugat/ tergugat
17. Pasal 108 KHI : “hak hadlanah ada pada ibu karena ibu tidak terbukti mempunyai sifat buruk dan mendidik.”
18. Pasal 19 huruf a-f UU no 1 / 1974 = tidak memberi nafkah, dll
19. Banding, karena hakim menolak gugatan secara tidak jelas dan tanpa landasan hukum.
20. PP No 10 / 1983 = 1/3 gaji PNS untuk istri apabila cerai, anak juga 1/3
21. Pasal 189 ayat 2 Rbg = semua putusan hakim harus total/ keseluruhan
22. Hakim
a. Putusan dijatuhkan dalam siding terbuka dan jelas
b. Tidak boleh menolak gugatan secara tidak jelas dan disertai alasan yang cukup
c. Tidak boleh mengabulkan melebihi posita
- Sehingga tidak terjadi ultra petitum
- Apabila hakim mengabulkan melebihi petitum maka dianggap melanggar rule of law
23. Pasal 18 UU No 14/ 1970 à No 39/1999 à Pasal 20 No 4/2004
= semua putusan pengadilan sah dan memiliki kekuatan hukum apabila dibuka dalam persidangan terbuka untuk umum. Apabila tidak terbuka, maka tidak sah.
24. Sifat Putusan
- Condem la toir : bersifat menghukum, putusan interlokotoir: putusan yang diputus di sidang setempat
-