Selasa, 04 November 2014

KRITIK TAJAM KWIK KIAN GIE


Kenapa Sofjan Wanandi, Mantan Buronan Itu Ada di Lingkaran Presiden Jokowi? Kritik Tajam Kwik Kian Gie di ILC Yang Membuka Mata Rakyat Indonesia

Saturday, October 25, 2014 | 15:51


b1

intriknews.com Jakarta - Dengan nada berapi-api Kwik Kian Gie mempertanyakan peran Sofjan Wanandi di belakang pemerintahan baru Jokowi-Jusuf Kalla. Menurut Kwik, Sofjan terlihat seperti bisa mendikte presiden terpilih. Dalam beberapa kesempatan Jokowi bahkan harus menelan ludahnya sendiri dan menyesuaikan pernyataannya dengan pernyataan-pernyataan Sofjan Wanandi. Salah satu yang mencolok adalah dalam hal menjelaskan postur dan jumlah kursi kabinet.

Saya beruntung tak melewatkan adegan kemarahan Kwik dalam acara ILC (Indonesia Lawyers Club) yang disiarkan langsung tadi malam, Selasa, 21 Oktober 2014, itu. Dalam benak saya, seandainya gugatan itu tak keluar dari mulut Kwik, tokoh senior di PDI-P, dan bekas orang kepercayaan Megawati, banyak orang mungkin akan memberikan tuduhan “tidak legowo” dan “rasis”. Sejak lama, setiap serangan pada Sofjan Wanandi memang selalu membentur tembok sensitif itu: SARA (Suku, Agama, Ras, Antar-golongan).


bPada awal 1998, dalam sebuah acara buka puasa bersama yang dihadiri oleh ribuan orang, Prabowo Subianto berceramah mengenai krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia. Dalam ceramahnya, ia menyesalkan sikap sejumlah konglomerat dari golongan Tionghoa yang telah melarikan modalnya ke luar negeri (capital flight). Mereka tumbuh dan menjadi besar dengan fasilitas negara, namun ketika negara tertimpa krisis, mereka malah melarikan duitnya ke Singapura. Nama yang disebut Prabowo di antaranya adalah Sofjan Wanandi.

Dalam otobiografi Jusuf Wanandi, kakak Sofjan Wanandi, “Menyibak Tabir Orde Baru” (2014), secara insinuatif Jusuf menyebut bahwa acara buka bersama itu dihadiri oleh kelompok ekstremis dan garis keras kanan yang menyebarkan kebencian terhadap etnis Tionghoa dan golongan Katolik. Tuduhan itu tentu saja menggelikan. Bisa dibayangkan, sebuah serangan politik kepada Sofjan Wanandi telah dibelokan sedemikian rupa seolah merupakan serangan terhadap golongan Tionghoa dan Katolik.

Jika kita buka kembali rekaman peristiwa itu, serangan kepada Sofjan itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan soal SARA, melainkan murni analisis ekonomi-politik. Sejak krisis ekonomi menerpa, Bank Indonesia mencatat jumlah modal yang dilarikan ke luar negeri hingga 1999 tak kurang dari USD 80 miliar. Dan dana itu memang sebagian besar dilarikan oleh para konglomerat etnis Tionghoa.

Usaha para konglomerat untuk melarikan modal ke luar negeri sebenarnya telah berlangsung sejak awal 1990-an. Jika kita membuka-buka kembali arsip berita-berita ekonomi antara 1991 hingga 1997, usaha untuk melarikan modal ke luar negeri telah dilakukan oleh sejumlah konglomerat dengan menggunakan berbagai modus. Majalah-majalah berita ekonomi, seperti PROSPEK dan WARTA EKONOMI, pada awal 1990-an berkali-kali mengangkat tema soal nasionalisme para konglomerat itu.

Kasus yang paling menghebohkan tentu saja adalah ketika Sudono Salim menjual mayoritas saham PT Indofood Sukses Makmur kepada sebuah perusahaan roti kecil di Singapura, QAF, yang juga miliknya. Akal-akalan semacam itu mendapat pembelaan dari para konglomerat lainnya. Sofjan Wanandi, misalnya, yang sejak lama memang disebut sebagai juru bicaranya para konglomerat, menyebut tindakan Salim itu sebagai murni strategi bisnis untuk menghadapi globalisasi, dan bukan merupakan bentuk capital flight.

Jadi, kecaman kepada konglomerat etnis Tionghoa pada masa itu memiliki dasar argumen ekonomi-politik yang jelas, bukan berpijak di atas sentimen rasial dan keagamaan.

Untuk menarik kembali modal yang sudah dilarikan itu, pada 11 November 1999, Gus Dur harus berbicara di Hotel Shangrilla Singapura, di hadapan tak kurang dari 500 pengusaha Tionghoa, seperti Sudono Salim, Eka Tjipta Widjaja, Mochtar Riyadi, James Riyadi, Edward Soerjadjaja, atau Tong Djoe. Nama terakhir, Tong Djoe, adalah penghubung antara Gus Dur dengan Lee Kuan Yew. Ya, untuk menarik kembali duit para konglomerat itu, Gus Dur sampai harus menjadikan Lee sebagai penasihat Presiden RI di bidang ekonomi.


Sebelum kembali ke Indonesia pada Oktober 1999, ketika Gus Dur dan Megawati naik menjadi presiden dan wakil presiden, Sofjan Wanandi adalah buronan Mabes Polri. Ia masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 1998. Ia melarikan diri ke berbagai negara, seperti Singapura, Australia, Amerika, Eropa dan Jepang.

Ada berbagai tuduhan yang disangkakan kepada Sofjan, seperti penyelewengan pajak, kredit macet, terlibat kasus commercial paper, serta terlibat kasus bom Tanah Tinggi. Sofjan, bersama dengan Surya Paloh, dianggap sebagai penyandang dana dari insiden bom yang melibatkan anak-anak PRD itu, meskipun tuduhan itu dibantah oleh keduanya.

Dalam proses pemeriksaan, dengan alasan memeriksakan kesehatan, Sofjan melarikan diri ke luar negeri hingga pemerintahan berganti ke tangan Gus Dur.

Pada 21 Oktober 1999, Sofjan tak hanya bisa kembali ke Indonesia. Ia bahkan diminta oleh Gus Dur untuk duduk menjadi anggota Dewan Ekonomi Nasional. Sebagai juru bicara para konglomerat, posisi Sofjan sepertinya memang sangat kuat. Apalagi, sebagai salah satu pendiri CSIS, ia memang dikenal dekat dengan Gus Dur.

Apakah ditunjuknya Sofjan sebagai salah satu penasihat presiden pada 1999 merupakan bentuk lobi kepada para konglomerat Tionghoa agar mereka bersedia untuk kembali menginvestasikan modalnya ke Indonesia, atau lebih karena dia memiliki kedekatan saja dengan penguasa masa itu? Ini sebenarnya adalah obyek penelitian yang menarik.

Sofjan, waktu itu, tentu saja bukan orang dekat Megawati. Sofjan bahkan bisa dikatakan merupakan musuh Megawati. Dalam konflik perebutan kursi ketua umum PDI, yang memuncak pada Peristiwa 27 Juli 1996, Sofjan berada di kubu Soerjadi. Fragmen ini juga diceritakan dalam otobiografi Jusuf Wanandi. Menurut Jusuf, sebagai orang yang ikut bertanggung jawab dalam menjatuhkan Soekarno, Sofjan tentu saja tidak memiliki kepercayaan pada Mega.

Oleh karenanya ia mendukung Soerjadi. Apalagi Soerjadi adalah bekas direktur salah satu perusahaannya. Ya, Sofjan telah mengenal Soerjadi sejak 1965, ketika sebagai aktivis KAMI Sofjan mencoba merangkul aktivis-aktivis mahasiswa PNI yang anti-PKI. Konflik di tubuh PDI itu sendiri menarik. Dalam otobiografinya Jusuf mengaku bahwa dia dan Benny berada di kubu Mega, sementara Sofjan berada di kubu Soerjadi.

Kembali kepada kemarahan Kwik, saya kira jika serangan kepada Sofjan itu tidak keluar dari mulut Kwik, ia pasti akan segera dituduh rasis. Untungnya kritik itu dilontarkan oleh Kwik. Persis di situ kita harus memproblematisasi isu SARA dengan jernih.

Politik yang beradab memang harus menyingkirkan jauh-jauh sentimen SARA. Namun membelokkan setiap kritik dengan argumen yang terang menjadi seolah bernuansa SARA, jelas jauh lebih berbahaya, karena bisa menjadikan isu sensitif tadi sebagai tempat persembunyian yang nyaman untuk menyembunyikan kebusukan.
[yq]

Sumber: citizenjurnalism
Judul asli: Sofyan Wanandi Melarikan Diri Sejak Dirinya Masuk DPO POLRI 
Video Kwik Kian Gie pada acara Indonesia Lawyer Club di TVOne, 21 Oktober 2014: 

Share

Rabu, 10 September 2014

Pilkada Melalui DPRD Ancam Demokrasi











PILKADA MELALUI DPRD MENJADI ANCAMAN DEMOKRASI

Prinsip demokrasi adalah dari, oleh dan untuk rakyat, apa bila pilkada wakilkan ke DPRD maka hak rakyat menjadi hilang dan aspirasi rakyat tidak akan sama dengan keinginan DPRD. Pilkada dengan perwakilan akan memutus hubungan politik antara kepala daerah dengan rakyatnya dimana selama ini pilkada langsung telah berjalan.
Kedaulatan rakyat  dijamin dalam konstitusi, yakni rakyat menjadi subyek utama dalam memilih kepala daerahnya. Namun, dengan adanya pemilukada di DPRD, maka proses kedaulatan itu telah dilegitimasi secara inkonstitusional. Demi kepentingan sempit kekuasaan yang berbasis pada syahwat  berkuasa.
Kita tidak pungkirin bahwa Pilkada langsung terjadi politik uang secara besar-besaran, namun demikian bukan berarti pilkada langsung diganti melalui DPRD dan pilkada melalui DPRD juga tidak akan menjamin tidak ada politik uang.
Tugas dari penegak hukum seharusnya yang pro aktif didalam Pilkada untuk mencegah dan atau menangkap orang-orang yang menggunakan politik uang dalam mencapai kekuasaan sesuai amanat undang-undang, Kesalahan terjadi pada anggota Dewan yang sudah mau berakhir masa jabatannya justru membuat RUU Pilkada, ini patut dicurigai ada agenda jangka panjang apa yang diinginkan oleh mereka-mereka yang sudah  mau berakhir masa tugasnya.
Kekurangan/kelemahan pilkada langsung bukan pada subtansi demokrasi tetapi pada soal tehnis pelaksanaan sehingga tidak perlu pilkada lansung diganti dengan pilkada melalui DPRD, yang perlu diperbaiki adalah fungsi pelaksanaan, fungsi penegakan hukum dan soal-soal pelaksanaan lainnya.
Jika RUU Pemilukada disyahkan maka akan berpotensi terjadi rekayasa kekuasaan, dimana kepala daerah akan tunduk kepada anggota dewan (DPRD) dan mengabaikan kepentingan rakyat. Tidak akan muncul pemimpin ( kepala daerah) yang lahir dari rakyat untuk rakyat tetapi akan lahir kepala daerah yang diingikan oleh anggota dewan sesuai kepentingan mereka yang mengatasnakan rakyat
Kaum buruh Indonesia dengan tegas menyatakan menolak RUU PEMILUKADA dan tetap mendukung Pilkada dilaksanakan secara  langsung.

Jakarta,10 September 2014
Hormat kami

Sucipto
Sekjend PASKABI / Kordinator POROS BURUH

Senin, 04 Agustus 2014

Tiga Golongan Yang Pertama Kali Masuk Neraka

Tiga Golongan Yang Pertama Kali Masuk Neraka


adin darmawan 11:18 AM 0
Mereka bukanlah orang kafir, mereka bukan orang musyrik penyembah berhala dan sejenisnya, bukan pula pelaku zina, bukan perampok atau pembunuh dan bukan orang-orang munafik. Siapakah mereka? siapakah orang-orang yang merugi tersebut? yang disegerakan oleh Allah pengadilannya, dan menjadi yang pertama merasakan cabikan api neraka? 

Ternyata tiga golongan yang pertama kali masuk neraka adalah golongan orang-orang yang syahid, golongan orang-orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur'an, dan golongan orang yang diberi kelapangan rezeki dan membagi-bagikannya.
Bagaimana bisa? bukankah amalan-amalan mereka adalah amalan yang utama dan sesuai dengan perintah Allah dan rasulnya?
Pertama, orang yang syahid. Pada hari kiamat Allah memanggil orang yang mati syahid lalu memperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah berikan kepadanya di dunia, dan ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : 'Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?' Ia menjawab : 'Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.' Allah berfirman : 'Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Kedua, orang yang berilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur'an. Kemudian Allah memanggil orang yang berilmu tersebut lalu memperlihatkan nikmat-nikmat yang telah Allah berikan padanya di dunia, ia pun mengakuinya. Kemudian Allah bertanya kepadanya: 'Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?' Ia menjawab: 'Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Qur-an hanyalah karena engkau.' Allah berkata : 'Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang 'alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari' (pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.
Ketiga, orang-orang yang memiliki kelapangan rezeki dan membagi-bagikannya. Golongan ketiga yang Allah panggil adalah para dermawan yang selama hidupnya tidak pernah meninggalkan infaq dan shodaqoh, Allah tunjukkan padanya nikmat-nikmat yang telah Allah berikan padanya di dunia, maka ia pun mengenalinya. Lalu Allah bertanya : 'Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?' Dia menjawab : 'Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.' Allah berfirman : 'Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.
Mereka adalah orang-orang yang semasa hidupnya selalu terlihat baik di mata kita, yang tak tampak ada kecacatan dari padanya, yang segala perbuatannya menjadi contoh bagi kita, namun Allah amat sangat membenci mereka, bukan karena perbuatan mereka, tapi karena niat mereka dalam beramal. 
Kita tentu sering mendengar bahwa segala amalan bergantung niatnya, Allah tidak hanya menilai manusia dari perbuatannya, tapi juga dari niatnya. Seperti contoh di atas, bagaimana bisa Allah begitu membenci orang-orang yang selama hidupnya di dunia selalu mengerjakan amalan-amalan yang utama hanya karena niat mereka dalam beramal bukan karena Allah, melainkan demi mendapat pujian dan sanjungan dari manusia. 
Maka sia-sia lah apa yang mereka kerjakan, di dunia mereka tentu mendapatkan apa yang diinginkan, sanjungan, pujian, dan sebagainya, namun di akhirat, karena niat mereka bukan karena Allah, maka nerakalah tempat kembali mereka,  na'udzubillah min dzalik.
Niat dan hati, pahala dan dosa, surga dan neraka, bukan hak manusia yang menilai dan memutuskan, kita hanya dapat menilai apa yang kita lihat dan dengar, tapi soal hati dan niat hanya Allah yang tau, begitupun soal pahala dan dosa, atau surga dan neraka, hanya Allah yang berhak memutuskan.
Tugas kita sebagai manusia adalah beribadah, beramal sholih, dengan niat yang tulus dan ikhlas karena Allah, tidak peduli apakah kita akan mendapat pujian atau cacian dari orang lain. Selama apa yang kita kerjakan sesuai dengan perintah Allah dan contoh teladan dari Rasulnya dan disertai dengan hati yang tulus ikhlas maka Insya Allah hasil yang kita petik akan sangat indah.
Sebentar lagi kita memasuki bulan Ramadhan, bersihkan hati, sucikan pikiran, luruskan niat, kita isi bulan Ramadhan dengan ibadah, perbanyak ibadah sunnah, tadarus Al Qur'an, mempelajari ilmu agama, shodaqoh, dll, sesuai dengan ajaran Rasulullah, lakukan semua semata untuk Allah, buang jauh-jauh semua pikiran dan niat selain karena Allah, Insya Allah kita akan mendapat limpahan berkah di bulan yang suci ini.
Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh : Muslim, Kitabul Imarah bab Man Qaatala lir Riya' was Sum'ah Istahaqqannar VI/47 atau III/1513-1514 no. 1905; An-Nasa-i, Kitabul Jihad bab Man Qaatala liyuqala : Fulan Jari', Sunan Nasa-i VI/23-24, Ahmad dalam Musnadnya II/322 dan Baihaqy IX/168. Derajat Hadits Shohih

Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi I/418-419, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad no. 8260 dan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib I/114 no. 22 serta dalam Shahih an-Nasa'i II/658 no. 2940

Hadits yang semakna dengan ini diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitab Az-Zuhud bab Ma Ja'a fir Riya' was Sum'ah no. 2382, Tuhfatul Ahwadzi VII/54 no. 2489, Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya no. 2482 dan Ibnu Hibban no. 2502-Mawariduzh Zham'an dan al-Hakim I/418-419 .

Jumat, 11 Juli 2014

Laporan Tabulasi Berdasarkan C1

Laporan tabulasi suara di Polonia yang dihimpun dari saksi Merah Putih seluruh indonesia, berdasarkan form C1 yg telah ditandatangani.Ketika selesai penghitungan suara .. Hasil form C1 langsung di SMSkan ke sms center pemenangan Jadi data ini sangat valid, Inilah yg disebut REAL COUNT
1. NAD: No.1 = 46.54%;     No.2 = 53.46%
2. Sumut: No.1 = 44.76% ;    No.2 = 55.24%
3. Sumbar: No.1 = 57.20%;   No.2 = 42.80%
4. Riau: No.1 = 55.13%;        No.2 = 44.87%
5. Kepri: No.1 = 50.79%;      No.2 = 49.21%
6. Jambi: No.1 = 54.93%;      No.2 = 45.07%
7. Sumsel: No.1 = 67.48%;    No.2 = 32.52%
8. Babel: No.1 = 53.52%;      No.2 = 46.48%
9. Bengkulu: No.1 = 61.02%;   No.2 = 38.98%
10. Lampung: No.1 = 54.88%; No.2 = 45.12%
11. Banten: No.1 = 56.44%;     No.2 = 43.56%
12. DKI: No.1 = 56.39%;        No.2 = 43.61%
13. Jabar: No.1 = 57.92%;     No.2 = 42.08%
14. Jateng: No.1 = 46.23%;    No.2 = 53.77%
15. DIY: No.1 = 50.19%;        No.2 = 49.81%
16. Jatim: No.1 = 51.27%;       No.2 = 48.73%
17. Bali: No.1 = 43.66%;         No.2 = 56.34%
18. NTB: No.1 = 55.63%;       No.2 = 44.37%
19. NTT: No.1 = 44.76%;       No.2 = 55.24%
20. Kalbar: No.1 = 42.87%;     No.2 = 57.13%
21. Kalteng: No.1 = 47.91%;    No.2 = 52.09%
22. Kalsel: No.1 = 56.55%;     No.2 = 43.45%
23. Kaltim/Kaltara: No.1 = 54.71%;     No.2 = 45.29%
24. Sulut: No.1 = 53.61%;           No.2 = 46.39%
25. Gorontalo: No.1 = 59.84%;     No.2 = 40.16%
26. Sulbar: No.1 = 47.89%;          No.2 = 52.11%
27. Sulteng: No.1 = 46.76%;          No.2 = 53.24%
28. Sultra: No.1 = 47.85%;            No.2 = 52.15%
29. Sulsel: No.1 = 37.41%;            No.2 = 62.59%
30. Malut: No.1 = 53.21%;            No.2 = 46.79%
31. Maluku: No.1 49.51%;             No.2 = 50.49%
32. Papua: No.1 = 53.69%;           No.2 = 46.31%
33. Papua Barat: No.1 = 56.74%;   No.2 = 43.26%
Jadi perbandingan akumulasi prosentase nasional antara pasangan Prabowo-Hatta
(No.1)=52.04% dan Jokowi-Kalla (No.2) = 47.96%.
Selisih prosentase suara kedua pasangan sebesar 4.08

Minggu, 29 Juni 2014


 




 


FBIR Bekasi dan Depok Siap Menangkan Prabowo-Hatta





Jakarta - Front Buruh Indonesia Raya (FBIR) Bekasi mendeklarasikan dukungan untuk memenangkn pasangan Capres-Cawaprees dari koalisi Merah Putih, Prabowo-Hatta. Bahkan, FBIR Depok memasang target 70 persen suara untuk kemenangan Prabowo-Hatta.
Koordinator FBIR Bekasi, Siti Rogayah menyatakan, pasangan Prabowo-Hatta yang paling cocok dan dipercaya akan mampu memimpin dan membawa bangsa Indonesia kearah yang lebih maju. Ia pun menganggap, Prabowo-Hatta  pemimpin yang kuat dan tegas yang tidak loyo dihadapan kepentingan asing.
“PH (Prabowo-Hatta) dipercaya dapat mensejahterakan rakyat Indonesia,” kata Siti dalam acara deklarasi dukungan Prabowo-Hatta, di Kota Bekasi, Selasa (3/6/2014).
Ia meyakini Prabowo-Hatta dapat memperjuangkan hak-hak buruh antara lain: (1) Hapus sistem outsorcing dan sistem kerja kontrak, (2) Peningkatan nilai upah nasional yang layak, (3) Perumahan murah untuk buruh, (4) Penguatan Industri Nasional, (5) Renegosiasi tambang asing, (6) jaminan sosial gratis untuk seluruh rakyat.
Di tempat yang sama, Koordinator Nasional FBIR, Sucipto, dalam pidatonya menyatakan, bahwa rakyat sekarang harus jeli dan cerdas memilih pemimpin yang benar-benar mampu. “Bukan pemimpin yang penuh dengan pencitraan dan tidak bisa mengambil keputusan sendiri seperti boneka,” paparnya.
Sucipto menyerukan, agar aktivis FBIR Bekasi dan jaringannya untuk terus mengabarkan dan mengajak saudara, tetangga dan masyarakat untuk memilih Prabowo-Hatta  pada 9 Juli mendatang. Seruan itu di sambut massa dengan yel-yel, “hidup prabowo-hatta”.
Siti Rogayah menambahkan, Jaringan dan aktivis FIBR Bekasi bertekad akan melakukan penggalangan suara untuk pasangan Prabowo-Hatta. Bahkan dalam waktu dekat mereka juga akan menggalang jairngan majelis taklim di kalangan ibu-ibu se- kota Bekas dan akan mendeklarasikan dukungannya kepada Prabowo-Hatta.
Perwakilan dari majelis taklim, Tri Mulatsih, yang juga anggota serikat pekerja, menyatakan kesiapannya untuk menggalang jaringan majelis taklim se kota Bekasi. “Kami sudah siap dan berencana akan datang ke Rumah Polonia, Jakarta, untuk memberikan dukungan terhadap PH,” tandasnya.
Depok Targetkan Raih 70 Persen
Front Buruh Indonesia Raya (FBIR) Depok, mendeklarasikan dukungan terhadap Prabowo-Hatta, Minggu (1/6/2014), yang dipimpin mantan Sekjen Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo) Sucipto, dihadiri sebanyak 110 perwakilan buruh Kotak Depok.
Sucipto menegaskan, FBIR Kota Depok memasang target 70 persen suara untuk Prabowo-Hatta.  “Untuk pemenangan Prabowo-Hatta FBIR Depok target 70 persen,” tegasnya.
FBIR merupakan barisan pendukung Prabowo-Hatta. Mereka tergabung di dalam aliansi aktivis pendukung Prabowo-Hatta yang dikoordinir Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan yang jugaa maantan Aktivis ITB yang pernah dipenjara reim Orde Baru. (sur)


Sumber Berita: www.edisinews.com

Selasa, 29 April 2014

Senin, 28-04-2014 10:34

Buruh Tolak Capres yang Takut Amandemen UU ketenagakerjaan

Penulis :

JAKARTA, PESATNEWS - Pada 1 Mei 2014 bakal digelar aksi demo buruh besar-besaran memperingati Hari Buruh se-Dunia yang dikenal sebagai May Day. Pusat Aspirasi Kaum Buruh Indonesia (PASKABI) banyak menerima keluhan para buruh dan para pimpinan Serikat Buruh di tingkat bawah yang mengeluhkan tindakan politik induk organisasinya (pimpinan pusat) yang tidak pernah konsisten didalam memperjuangkan kebutuhan anggotanya/kaum buruh didalam mengambil kebijakan politik.

Oleh karena itu dalam momentum pergantian kepemimpinan nasional 2014, sikap politik kaum buruh Indonesia dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang tergabung dalam PASKABI menyatakan sikap menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 terkait calon presiden (capres) dan calonw akil presiden (cawapres) yang dikehendaki kaum buruh.

“Kaum Buruh Indonesia menolak untuk mendukung Capres dan cawapres yang tidak berani mengamandemen Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,” tegas Sekjen PASKABI Sucipto dalam pernyataan persnya, Senin (28/4/2014).

Selain itu, lanjutnya, kaum Buruh Indonesia menolak Capres dan Cawapres yang tidak berani melakukan pembaharuan kontrak ulang Freeport dan Newmont dengan pembagian hasil yang menguntungkan Indonesia. “Kaum Buruh Indonesia menolak Capres dan Cawapres yang tidak mempunyai agenda membangun Industrialisasi Nasional. Kaum Buruh Indonesia juga menolak Capres dan Cawapres yang menjadi antek asing!” seru Sekjen PASKABI.

Ia menyayangkan, slogan “Buruh Bersatu Tak Dapat Dikalahkan“ selalu menjadi motivasi didalam setiap aksi buruh untuk memberikan semangat perlawanan dan persatuan. Namun kenyataannya persatuan kaum buruh hanya mimpi belaka. Karena sampai sekarang buruh tidak dapat bersatu dalam sikap politik sehingga kekuatan buruh sepanjang masa pergerakan politik hanya menjadi obyek.

“Bisa kita lihat dengan selesainya pesta demokrasi / Pemilu legislatif ternyata Caleg yang berlatar belakang aktivis buruh dan atau pengurus SB tidak ada yang mendapatkan suara yang bisa mengantar ke kursi DPR RI maupun DPR D, artinya bahwa  suara buruh tidak untuk caleg yang berasal dari aktivis buruh,  tetapi diberikan kepada caleg lain yang tidak berasal dari aktivis buruh,” tandasnya.

Dengan demikian, ungkapnya, tidak ada persatuan kaum buruh baik pada level anggota maupun pada level kepemimpin buruh dengan anggotanya. Walaupun pada saat Demonstrasi menuntut kesejahteraan atau memperjuangkan hak-haknya, buruh dapat dimobilisir secara besar-besaran namun pada tataran kepentingan politik buruh tidak mempunyai posisi tawar dan menjadi obyek kepentingan politik para politikus

Menjurutnya, perpecahan di tubuh serikat buruh sudah menjadi trand bagi organisasi buruh dalam dekade era reformasi dikarenakan ambisi elit-elit pemimpinnya yang tidak siap menjalankan mekanisme organisasi, mereka hanya mengejar jabatan. Sehingga Serikat Buruh hanya menjadi kendaraan untuk berekspresi politik oleh pemimpinnya dan bisa kita lihat beberapa Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang pecah setelah mereka melakukan Kongres atau Munas.

“Pertanyaannya adalah perpecahanan tersebut apakah menguntungkan anggotan atau buruhnya,  tidak, sehingga keputusan memecah organisasi menjadi dua atau lebih adalah tidak menguntungkan anggotanya bahkan melemahkan persatuan dan kesatuan perjuangan kaum buruh,” ungkapnya.

PASKABI menilai, dalam posisi politik kaum buruh masih menjadi obyek oleh kepentingan para elit politisi, sehingga posisi tawarnya sangat rendah untuk bisa menjadi penentu kebijakan politik, posisi kaum buruh masih menjadi pendukung dan penggembira dalam PILKADA, PILEG dan PILPRES, setelah itu nasibnya tetap tidak sejahtera, tidak terlindungi pekerjaannya dan harus berjuang sendiri hanya untuk mendapatkan upah minimum. Sangat tragis memang nasib kaum buruh hanya dibutuhkan suaranya pada waktu untuk mencapai kekuasaan oleh para kandidat  penguasa.

Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan dan Persatuan Kaum Buruh adalah hanya hayalan isapan jempol belaka tidak ada kenyataannya. Pertanyaan Besarnya adalah  sampai kapan nasib kaum buruh akan dibawa oleh Pemimpinnya hanya untuk menjadi penggembira dan menjadi pendukung para politisi dan para calon Penguasa dinegeri yang tercinta ini Indonesia,” beber Sucipto. (ira)

Editor : zafira
Buruh Tolak Capres yang Jadi Antek Asing!
Senin, 28 April 2014 - 10:14 WIB




Sekjen PASKABI Sucipto
Jakarta - Pada 1 Mei 2014 bakal digelar aksi demo buruh besar-besaran memperingati Hari Buruh se-Dunia yang dikenal sebagai May Day. Pusat Aspirasi Kaum Buruh Indonesia (PASKABI) banyak menerima keluhan para buruh dan para pimpinan Serikat Buruh di tingkat bawah yang mengeluhkan tindakan politik induk organisasinya (pimpinan pusat) yang tidak pernah konsisten didalam memperjuangkan kebutuhan anggotanya/kaum buruh didalam mengambil kebijakan politik.
Oleh karena itu dalam momentum pergantian kepemimpinan nasional 2014, sikap politik kaum buruh Indonesia dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang tergabung dalam PASKABI menyatakan sikap menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 terkait calon presiden (capres) dan calonw akil presiden (cawapres) yang dikehendaki kaum buruh.
“Kaum Buruh Indonesia menolak untuk mendukung Capres dan cawapres yang tidak berani mengamandemen Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,” tegas Sekjen PASKABI Sucipto dalam pernyataan persnya, Senin (28/4/2014).
Selain itu, lanjutnya, kaum Buruh Indonesia menolak Capres dan Cawapres yang tidak berani melakukan pembaharuan kontrak ulang Freeport dan Newmont dengan pembagian hasil yang menguntungkan Indonesia. “Kaum Buruh Indonesia menolak Capres dan Cawapres yang tidak mempunyai agenda membangun Industrialisasi Nasional. Kaum Buruh Indonesia juga menolak Capres dan Cawapres yang menjadi antek asing!” seru Sekjen PASKABI.
Ia menyayangkan, slogan “Buruh Bersatu Tak Dapat Dikalahkan“ selalu menjadi motivasi didalam setiap aksi buruh untuk memberikan semangat perlawanan dan persatuan. Namun kenyataannya persatuan kaum buruh hanya mimpi belaka. Karena sampai sekarang buruh tidak dapat bersatu dalam sikap politik sehingga kekuatan buruh sepanjang masa pergerakan politik hanya menjadi obyek.
“Bisa kita lihat dengan selesainya pesta demokrasi / Pemilu legislatif ternyata Caleg yang berlatar belakang aktivis buruh dan atau pengurus SB tidak ada yang mendapatkan suara yang bisa mengantar ke kursi DPR RI maupun DPR D, artinya bahwa  suara buruh tidak untuk caleg yang berasal dari aktivis buruh,  tetapi diberikan kepada caleg lain yang tidak berasal dari aktivis buruh,” tandasnya.
Dengan demikian, ungkapnya, tidak ada persatuan kaum buruh baik pada level anggota maupun pada level kepemimpin buruh dengan anggotanya. Walaupun pada saat Demonstrasi menuntut kesejahteraan atau memperjuangkan hak-haknya, buruh dapat dimobilisir secara besar-besaran namun pada tataran kepentingan politik buruh tidak mempunyai posisi tawar dan menjadi obyek kepentingan politik para politikus.
Menjurutnya, perpecahan di tubuh serikat buruh sudah menjadi trand bagi organisasi buruh dalam dekade era reformasi dikarenakan ambisi elit-elit pemimpinnya yang tidak siap menjalankan mekanisme organisasi, mereka hanya mengejar jabatan. Sehingga Serikat Buruh hanya menjadi kendaraan untuk berekspresi politik oleh pemimpinnya dan bisa kita lihat beberapa Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang pecah setelah mereka melakukan Kongres atau Munas.
“Pertanyaannya adalah perpecahanan tersebut apakah menguntungkan anggotan atau buruhnya,  tidak, sehingga keputusan memecah organisasi menjadi dua atau lebih adalah tidak menguntungkan anggotanya bahkan melemahkan persatuan dan kesatuan perjuangan kaum buruh,” ungkapnya.
PASKABI menilai, dalam posisi politik kaum buruh masih menjadi obyek oleh kepentingan para elit politisi, sehingga posisi tawarnya sangat rendah untuk bisa menjadi penentu kebijakan politik, posisi kaum buruh masih menjadi pendukung dan penggembira dalam PILKADA, PILEG dan PILPRES, setelah itu nasibnya tetap tidak sejahtera, tidak terlindungi pekerjaannya dan harus berjuang sendiri hanya untuk mendapatkan upah minimum. Sangat tragis memang nasib kaum buruh hanya dibutuhkan suaranya pada waktu untuk mencapai kekuasaan oleh para kandidat  penguasa.
“Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan dan Persatuan Kaum Buruh, adalah hanya hayalan isapan jempol belaka tidak ada kenyataannya. Pertanyaan Besarnya adalah  sampai kapan nasib kaum buruh akan dibawa oleh Pemimpinnya hanya untuk menjadi penggembira dan menjadi pendukung para politisi dan para calon Penguasa dinegeri yang tercinta ini Indonesia,” beber Sucipto. (ira)

Selasa, 08 April 2014

BURUH TOLAK BERI DUKUNGAN POLITIK UNTUK PDI P

Kalangan buruh tolak beri dukungan politik untuk PDIP

Rakhmatulloh
Kalangan buruh tolak beri dukungan politik untuk PDIP
Sindonews.com - Hari pencoblosan untuk Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 tinggal menghitung hari. Namun, klaim dukungan terus mengalir ke sejumlah partai politik (parpol) peserta pemilu.

Contohnya klaim dukungan yang dilakukan sejumlah aktivis buruh kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Anehnya, klaim dukungan aktivis buruh untuk PDIP tersebut, disambut sepihak oleh kalangan elite dan politikus PDIP, tanpa terlebih dahulu mengkonfirmasi kebenarannya.

Mendapati itu, Koalisi Serikat Pekerja dan Buruh Selamatkan Indonesia (Konsep Indonesia), meminta kepada kaum buruh agar tak mudah memercayai hal itu.

Pasalnya, buruh tak mengkhususkan suaranya pada satu partai, tetapi bersabar dalam menentukan pilihan politiknya. "Konsep Indonesia menolak dan mengecam klaim para elite parpol (PDIP)," kata Presiden Konsep Indonesia, Satya Wijayantara melalui siaran pers yang diterima Sindonews, Jakarta, Selasa (1/4/2014).

"Salah satunya PDIP yang melakukan pembajakan suara buruh dengan mengklaim gerakan buruh sebagai pendukungnya, padahal hanya untuk kepentingan politiknya belaka," imbuhnya.

Dia menyatakan, klaim atas suara buruh oleh kalangan elite PDIP, dianggap sebagai cara pembajakan pemilih kaum buruh. Maka itu, pihaknya meminta kepada kalangan buruh, agar berhati-hati jika ada ajakan pengerahan dukungan untuk partai tertentu.

Apalagi, lanjut Satya, klaim dukungan buruh itu semakin santer pascapenetapan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) yang didapuk menjadi calon presiden (capres) atas mandat dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Tindakan pembajakan suara tersebut mengingkari kesejarahan, bahwa di masa Megawati berkuasa dan menjadi presiden, terbukti nasib buruh swasta maupun BUMN terpinggirkan," ungkapnya.

Dia menambahkan, mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Keburuhan, pada saat Megawati menjabat sebagai Presiden, pewaris tahta politik Soekarno itu dianggap telah melakukan 'perselingkuhan' dengan kapitalisme.

Di mana, kepemimpinan Megawati dinilai ikut melegalkan praktik outsourcing terhadap buruh. "Melakukan privatisasi atau penjualan aset BUMN, diantaranya Indosat, yang menopang Industri strategis di bidang Informasi dan keamanan," pungkasnya.

(maf

Jumat, 21 Maret 2014

CALEG INCUMBEN TAK BAWA PERUBAHAN

Sucipto : Caleg Incumben Tak Bawa Perubahan

Sucipto - Sekjen PASKABI Sucipto - Sekjen PASKABI Photo : WARTAHARIAN.CO/YD
WARTAHARIAN.CO-(Jakarta) Pemilu 2014 sudah di depan mata, dimana masa depan arah kebijakan Indonesia akan ditentukan melalui Pemilihan Legislatif dan Presiden untuk 5 tahun ke depan.
Sikap Pesimistif di tunjukkan Sucipto selaku Sekjen PASKABI (Pusat Aspirasi Kaum Buruh Indonesia) mengenai hasil pemilu 2014 yang akan di gelar tanggal 9 April 2014 mendatang. Sekitar 90% anggota DPR yang sekarang aktif akan ikut serta lagi di agenda lima tahunan pemerintah itu.
“Kinerja wakil-wakil rakyat di DPR yang sekarang tidak sesuai dengan fungsinya, justru lebih banyak menjadi makelar proyek untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, sehingga tidak sedikit anggota Legislatif/DPR yang terjerat korupsi dan masuk penjara,” kata Sucipto kepada WARTAHARIAN.CO
Sucipto juga menambahkan tidak ada caleg incumbent yang menyampaikan program untuk membawa Indonesia keluar dari ketergantungan asing untuk menghentikan import bahan-bahan pokok (beras, kedelai, jagung, gula, garam, daging, buah-buahan dan lain sebagainya) dan tidak lagi para caleg dalam kampanyenya tidak terdengar lagi soal pemberantasan korupsi.
“Coba perhatikan spanduk, baleho, poster yang dipasang di jalan-jalan tidak lagi ada tulisan tentang lawan korupsi atau paling tidak tolak korupsi,” ujarnya.
“Kampanye hanya menjadi ajang tontonan rakyat yang tidak menarik dan hanya menjadi hura-hura/senang-senang para pengurus Parpol, para caleg dan keluarganya sehingga tidak ada yang bisa kita harapkan lagi apabila mereka terpilih dan duduk kembali di kursi DPR,” tandasnya. (WH/YD)