Selasa, 29 April 2014

Senin, 28-04-2014 10:34

Buruh Tolak Capres yang Takut Amandemen UU ketenagakerjaan

Penulis :

JAKARTA, PESATNEWS - Pada 1 Mei 2014 bakal digelar aksi demo buruh besar-besaran memperingati Hari Buruh se-Dunia yang dikenal sebagai May Day. Pusat Aspirasi Kaum Buruh Indonesia (PASKABI) banyak menerima keluhan para buruh dan para pimpinan Serikat Buruh di tingkat bawah yang mengeluhkan tindakan politik induk organisasinya (pimpinan pusat) yang tidak pernah konsisten didalam memperjuangkan kebutuhan anggotanya/kaum buruh didalam mengambil kebijakan politik.

Oleh karena itu dalam momentum pergantian kepemimpinan nasional 2014, sikap politik kaum buruh Indonesia dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang tergabung dalam PASKABI menyatakan sikap menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 terkait calon presiden (capres) dan calonw akil presiden (cawapres) yang dikehendaki kaum buruh.

“Kaum Buruh Indonesia menolak untuk mendukung Capres dan cawapres yang tidak berani mengamandemen Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,” tegas Sekjen PASKABI Sucipto dalam pernyataan persnya, Senin (28/4/2014).

Selain itu, lanjutnya, kaum Buruh Indonesia menolak Capres dan Cawapres yang tidak berani melakukan pembaharuan kontrak ulang Freeport dan Newmont dengan pembagian hasil yang menguntungkan Indonesia. “Kaum Buruh Indonesia menolak Capres dan Cawapres yang tidak mempunyai agenda membangun Industrialisasi Nasional. Kaum Buruh Indonesia juga menolak Capres dan Cawapres yang menjadi antek asing!” seru Sekjen PASKABI.

Ia menyayangkan, slogan “Buruh Bersatu Tak Dapat Dikalahkan“ selalu menjadi motivasi didalam setiap aksi buruh untuk memberikan semangat perlawanan dan persatuan. Namun kenyataannya persatuan kaum buruh hanya mimpi belaka. Karena sampai sekarang buruh tidak dapat bersatu dalam sikap politik sehingga kekuatan buruh sepanjang masa pergerakan politik hanya menjadi obyek.

“Bisa kita lihat dengan selesainya pesta demokrasi / Pemilu legislatif ternyata Caleg yang berlatar belakang aktivis buruh dan atau pengurus SB tidak ada yang mendapatkan suara yang bisa mengantar ke kursi DPR RI maupun DPR D, artinya bahwa  suara buruh tidak untuk caleg yang berasal dari aktivis buruh,  tetapi diberikan kepada caleg lain yang tidak berasal dari aktivis buruh,” tandasnya.

Dengan demikian, ungkapnya, tidak ada persatuan kaum buruh baik pada level anggota maupun pada level kepemimpin buruh dengan anggotanya. Walaupun pada saat Demonstrasi menuntut kesejahteraan atau memperjuangkan hak-haknya, buruh dapat dimobilisir secara besar-besaran namun pada tataran kepentingan politik buruh tidak mempunyai posisi tawar dan menjadi obyek kepentingan politik para politikus

Menjurutnya, perpecahan di tubuh serikat buruh sudah menjadi trand bagi organisasi buruh dalam dekade era reformasi dikarenakan ambisi elit-elit pemimpinnya yang tidak siap menjalankan mekanisme organisasi, mereka hanya mengejar jabatan. Sehingga Serikat Buruh hanya menjadi kendaraan untuk berekspresi politik oleh pemimpinnya dan bisa kita lihat beberapa Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang pecah setelah mereka melakukan Kongres atau Munas.

“Pertanyaannya adalah perpecahanan tersebut apakah menguntungkan anggotan atau buruhnya,  tidak, sehingga keputusan memecah organisasi menjadi dua atau lebih adalah tidak menguntungkan anggotanya bahkan melemahkan persatuan dan kesatuan perjuangan kaum buruh,” ungkapnya.

PASKABI menilai, dalam posisi politik kaum buruh masih menjadi obyek oleh kepentingan para elit politisi, sehingga posisi tawarnya sangat rendah untuk bisa menjadi penentu kebijakan politik, posisi kaum buruh masih menjadi pendukung dan penggembira dalam PILKADA, PILEG dan PILPRES, setelah itu nasibnya tetap tidak sejahtera, tidak terlindungi pekerjaannya dan harus berjuang sendiri hanya untuk mendapatkan upah minimum. Sangat tragis memang nasib kaum buruh hanya dibutuhkan suaranya pada waktu untuk mencapai kekuasaan oleh para kandidat  penguasa.

Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan dan Persatuan Kaum Buruh adalah hanya hayalan isapan jempol belaka tidak ada kenyataannya. Pertanyaan Besarnya adalah  sampai kapan nasib kaum buruh akan dibawa oleh Pemimpinnya hanya untuk menjadi penggembira dan menjadi pendukung para politisi dan para calon Penguasa dinegeri yang tercinta ini Indonesia,” beber Sucipto. (ira)

Editor : zafira
Buruh Tolak Capres yang Jadi Antek Asing!
Senin, 28 April 2014 - 10:14 WIB




Sekjen PASKABI Sucipto
Jakarta - Pada 1 Mei 2014 bakal digelar aksi demo buruh besar-besaran memperingati Hari Buruh se-Dunia yang dikenal sebagai May Day. Pusat Aspirasi Kaum Buruh Indonesia (PASKABI) banyak menerima keluhan para buruh dan para pimpinan Serikat Buruh di tingkat bawah yang mengeluhkan tindakan politik induk organisasinya (pimpinan pusat) yang tidak pernah konsisten didalam memperjuangkan kebutuhan anggotanya/kaum buruh didalam mengambil kebijakan politik.
Oleh karena itu dalam momentum pergantian kepemimpinan nasional 2014, sikap politik kaum buruh Indonesia dan Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang tergabung dalam PASKABI menyatakan sikap menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 terkait calon presiden (capres) dan calonw akil presiden (cawapres) yang dikehendaki kaum buruh.
“Kaum Buruh Indonesia menolak untuk mendukung Capres dan cawapres yang tidak berani mengamandemen Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,” tegas Sekjen PASKABI Sucipto dalam pernyataan persnya, Senin (28/4/2014).
Selain itu, lanjutnya, kaum Buruh Indonesia menolak Capres dan Cawapres yang tidak berani melakukan pembaharuan kontrak ulang Freeport dan Newmont dengan pembagian hasil yang menguntungkan Indonesia. “Kaum Buruh Indonesia menolak Capres dan Cawapres yang tidak mempunyai agenda membangun Industrialisasi Nasional. Kaum Buruh Indonesia juga menolak Capres dan Cawapres yang menjadi antek asing!” seru Sekjen PASKABI.
Ia menyayangkan, slogan “Buruh Bersatu Tak Dapat Dikalahkan“ selalu menjadi motivasi didalam setiap aksi buruh untuk memberikan semangat perlawanan dan persatuan. Namun kenyataannya persatuan kaum buruh hanya mimpi belaka. Karena sampai sekarang buruh tidak dapat bersatu dalam sikap politik sehingga kekuatan buruh sepanjang masa pergerakan politik hanya menjadi obyek.
“Bisa kita lihat dengan selesainya pesta demokrasi / Pemilu legislatif ternyata Caleg yang berlatar belakang aktivis buruh dan atau pengurus SB tidak ada yang mendapatkan suara yang bisa mengantar ke kursi DPR RI maupun DPR D, artinya bahwa  suara buruh tidak untuk caleg yang berasal dari aktivis buruh,  tetapi diberikan kepada caleg lain yang tidak berasal dari aktivis buruh,” tandasnya.
Dengan demikian, ungkapnya, tidak ada persatuan kaum buruh baik pada level anggota maupun pada level kepemimpin buruh dengan anggotanya. Walaupun pada saat Demonstrasi menuntut kesejahteraan atau memperjuangkan hak-haknya, buruh dapat dimobilisir secara besar-besaran namun pada tataran kepentingan politik buruh tidak mempunyai posisi tawar dan menjadi obyek kepentingan politik para politikus.
Menjurutnya, perpecahan di tubuh serikat buruh sudah menjadi trand bagi organisasi buruh dalam dekade era reformasi dikarenakan ambisi elit-elit pemimpinnya yang tidak siap menjalankan mekanisme organisasi, mereka hanya mengejar jabatan. Sehingga Serikat Buruh hanya menjadi kendaraan untuk berekspresi politik oleh pemimpinnya dan bisa kita lihat beberapa Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang pecah setelah mereka melakukan Kongres atau Munas.
“Pertanyaannya adalah perpecahanan tersebut apakah menguntungkan anggotan atau buruhnya,  tidak, sehingga keputusan memecah organisasi menjadi dua atau lebih adalah tidak menguntungkan anggotanya bahkan melemahkan persatuan dan kesatuan perjuangan kaum buruh,” ungkapnya.
PASKABI menilai, dalam posisi politik kaum buruh masih menjadi obyek oleh kepentingan para elit politisi, sehingga posisi tawarnya sangat rendah untuk bisa menjadi penentu kebijakan politik, posisi kaum buruh masih menjadi pendukung dan penggembira dalam PILKADA, PILEG dan PILPRES, setelah itu nasibnya tetap tidak sejahtera, tidak terlindungi pekerjaannya dan harus berjuang sendiri hanya untuk mendapatkan upah minimum. Sangat tragis memang nasib kaum buruh hanya dibutuhkan suaranya pada waktu untuk mencapai kekuasaan oleh para kandidat  penguasa.
“Buruh Bersatu Tak Bisa Dikalahkan dan Persatuan Kaum Buruh, adalah hanya hayalan isapan jempol belaka tidak ada kenyataannya. Pertanyaan Besarnya adalah  sampai kapan nasib kaum buruh akan dibawa oleh Pemimpinnya hanya untuk menjadi penggembira dan menjadi pendukung para politisi dan para calon Penguasa dinegeri yang tercinta ini Indonesia,” beber Sucipto. (ira)

Selasa, 08 April 2014

BURUH TOLAK BERI DUKUNGAN POLITIK UNTUK PDI P

Kalangan buruh tolak beri dukungan politik untuk PDIP

Rakhmatulloh
Kalangan buruh tolak beri dukungan politik untuk PDIP
Sindonews.com - Hari pencoblosan untuk Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 tinggal menghitung hari. Namun, klaim dukungan terus mengalir ke sejumlah partai politik (parpol) peserta pemilu.

Contohnya klaim dukungan yang dilakukan sejumlah aktivis buruh kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Anehnya, klaim dukungan aktivis buruh untuk PDIP tersebut, disambut sepihak oleh kalangan elite dan politikus PDIP, tanpa terlebih dahulu mengkonfirmasi kebenarannya.

Mendapati itu, Koalisi Serikat Pekerja dan Buruh Selamatkan Indonesia (Konsep Indonesia), meminta kepada kaum buruh agar tak mudah memercayai hal itu.

Pasalnya, buruh tak mengkhususkan suaranya pada satu partai, tetapi bersabar dalam menentukan pilihan politiknya. "Konsep Indonesia menolak dan mengecam klaim para elite parpol (PDIP)," kata Presiden Konsep Indonesia, Satya Wijayantara melalui siaran pers yang diterima Sindonews, Jakarta, Selasa (1/4/2014).

"Salah satunya PDIP yang melakukan pembajakan suara buruh dengan mengklaim gerakan buruh sebagai pendukungnya, padahal hanya untuk kepentingan politiknya belaka," imbuhnya.

Dia menyatakan, klaim atas suara buruh oleh kalangan elite PDIP, dianggap sebagai cara pembajakan pemilih kaum buruh. Maka itu, pihaknya meminta kepada kalangan buruh, agar berhati-hati jika ada ajakan pengerahan dukungan untuk partai tertentu.

Apalagi, lanjut Satya, klaim dukungan buruh itu semakin santer pascapenetapan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) yang didapuk menjadi calon presiden (capres) atas mandat dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Tindakan pembajakan suara tersebut mengingkari kesejarahan, bahwa di masa Megawati berkuasa dan menjadi presiden, terbukti nasib buruh swasta maupun BUMN terpinggirkan," ungkapnya.

Dia menambahkan, mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Keburuhan, pada saat Megawati menjabat sebagai Presiden, pewaris tahta politik Soekarno itu dianggap telah melakukan 'perselingkuhan' dengan kapitalisme.

Di mana, kepemimpinan Megawati dinilai ikut melegalkan praktik outsourcing terhadap buruh. "Melakukan privatisasi atau penjualan aset BUMN, diantaranya Indosat, yang menopang Industri strategis di bidang Informasi dan keamanan," pungkasnya.

(maf